Jumat, 02 Desember 2011

Cerdas Emosional

I. Devinisi
    Kata ”cerdas” menurut Goleman mengandung dua arti, pertama cerdas pikiran 
dan kedua cerdas emosional. Cerdas pikiran  dimaksudkan adalah pikiran pada suatu 
model pemahaman yang lazimnya kita sadari dengan karakter bijaksana, mampu 
bertindak hati-hati dan merefleksi. Sedangkan cerdas secara emosional dimaksudkan 
adalah pikiran emosional yang merupakan satu sistem pemahaman yang impulsif dan 
berpengaruh besar, terkadang tidak logis. Kedua pikiran tersebut, pikiran emosional dan 
pikiran rasional bekerja dalam keselarasan, saling melengkapi dalam mencapai 
pemahaman walaupun dengan cara-cara yang amat berbeda, dan berfungsi secara 
bersama mengarahkan kita menjalani kehidupan duniawi. Namun apabila kecerdasan 
emosi mengalahkan kecerdasan rasio, hal ini dapat mengakibatkan kita mempunyai 
kecenderungan tragis.

II. Penerapan Dalam Proses Pembelajaran
     Dalam menghadapi masalah emosional siswa yang cukup kompleks 
pada tiap jenjang pendidikan dari umur 7-9 tahun, memang tidaklah mudah 
bagi guru untuk secara optimal memberikan latihan-latihan dalam 
mengembangkan kecerdasan emosional siswa. Sehingga di sini perlunya 
perhatian  guru yang lebih luas terhadap kecerdasan emosional siswa dan 
kesadaran diri untuk meningkatkan ketrampilannya dalam melatih kecerdasan 
emosional siswa.
 Dalam mengajar, sebaiknya guru menghilangkan sikap diskriminasi 
terhadap siswa tertentu, artinya guru tidak memihak salah satu murid tertentu
atau sekelompok siswa putera. Hal yang demikian akan memunculkan sikap 
antagonisme dan kecemburuan  siswa terhadap siswa lawan jenisnya
Dalam memberikan hukuman siswa dengan memberikan tugas yang 
berlipat-lipat, alangkah baiknya bila guru melihat kondisi  kejiwaan dan 
kemampuan berpikirnya. Hal ini bila diabaikkan justru yang terjadi adalah 
siswa yang kurang mampu dalam berpikir akan membuatnya semakin takut dan 
enggan untuk sekolah. Sebaliknya bagi siswa yang berkemampuan lebih dalam berfikir, ia akan semakin semangat dan tertantang dalam belajar. Begitu pula 
dalam memberikan hukuman, sebaiknya guru memberikannya sebagai 
alternatif terakhir disertai dengan sikap empati. Artinya setelah guru 
memberikan hukuman pada siswa, guru bersikap seperti semula dan tidak 
membenci siswa setelah siswa melakukan kesalahan.
Langkah guru dengan melakukan pendekatan secara individual atau 
pendampingan, merupakan langkah yang tepat dan adanya ketanggapan guru 
terhadap masalah perasaan siswa. Jadi, dalam belajar di sini adanya 
keseimbangan antara perasaan dan pikiran. Demikian pula kedekatan guru 
dengan siswa perlu dipertahankan selama tidak menggangu dalam proses 
belajar-mengajar. Sebab hubungan guru dan siswa yang akrab dan harmonis 
akan memunculkan semangat belajar dan siswa  akan lebih mencontoh segala 
perilaku gurunya sebagai orang terdekatnya. Untuk itulah perlunya guru agar 
lebih berhati-hati dalam bertindak dan berbicara, karena guru adalah tokoh 
panutan bagi siswa-siswanya sampai dewasa kelak.  
 Pemberian hukuman dengan jalan musyawarah bersama siswa di 
sekolah ini sangatlah tepat dan sebaiknya dijalankan terus, karena disamping 
untuk memilih jalan yang terbaik menurut kesepakatan bersama. Musyawarah 
juga melatih siswa untuk mengambil suatu keputusan yang diambil secara 
bersama dan tidak mementingkan kepentingannya sendiri. Jadi disini siswa 
dilatih untuk tidak bersikap egois.

III. Bagaimana cara mengevaluasi
      Penelitian tentang EQ dengan menggunakan instrumen BarOn EQ-i membagi EQ ke dalam lima skala: Skala intrapersonal: penghargaan diri, emosional kesadaran diri, ketegasan, kebebasan, aktualisasi diri; Skala interpersonal: empati, pertanggungjawaban sosial, hubungan interpersonal; Skala kemampuan penyesuaian diri: tes kenyataan, flexibilitas, pemecahan masalah; Skala manajemen stress: daya tahan stress, kontrol impuls (gerak hati); Skala suasana hati umum: optimisme, kebahagiaan (Stein dan Book, dalam Armansyah, 2002). Spiritual Quotient (SQ) adalah aspek konteks nilai sebagai suatu bagian dari proses berpikir/berkecerdasan dalam hidup yang bermakna Zohar dan Marshal, dalam Armansyah, 2002). Indikasi-indikasi kecerdasan spiritual ini dalam pandangan Danah Zohar dan Ian Marshal meliputi kemampuan untuk menghayati nilai dan makna-makna, memiliki kesadaran diri, fleksibel dan adaptif, cenderung untuk memandang sesuatu secara holistik, serta berkecenderungan untuk mencari jawaban-jawaban fundamental atas situasi-situasi hidupnya, dan lain-lain.

IV. Tindak Lanjut
       Konsep kecerdasan emosional anak menurut Perspektif guru  adalah bahwa dalam hal mendidik siswasiswinya, mereka lebih mementingkan aspek afektif siswa disamping aspek-aspek siswa lainnya, seperti aspek kognitif dan aspek psikomotorik. Perhatian guru 
terhadap aspek afektif siswa tersebut dituangkan kedalam bentuk kebijaksanaankebijaksanaan sekolah, seperti kegiatan intra sekolah atau kegiatan belajarmengajar dan  dalam kegiatan ekstra kokurikuler. Lebih khususnya lagi pada 
proses pembelajaran, seperti pada penerapan hukuman terhadap siswa yang 
melanggar peraturan sekolah ataupun siswa yang berbuat tidak sesuai dengan tata 
krama sosial dan berbuat asosial. Dalam memberikan hukuman guru lebih 
menggunakan dengan hukuman yang tidak menyentuh fisik siswa dengan 
pertimbangan kondisi kejiwaan siswa, sehingga  siswa dapat termotivasi dalam 
belajar dan berperilaku yang lebih baik.   
Cara guru melatih kecerdasan emosional siswa disesuaikan dengan masalah 
emosional yang dihadapai, baik yang bersifat persuasif (insidental) maupun yang 
bersifat kuratif (klasikal). Adapun secara umum guru dalam menghadapi masalah 
emosinal siswa adalah dengan cara; menegur, mengancam, memberi hukuman, 
memberikan nasihat dan cerita, serta melakukan pendekatan secara individual 
(pendampingan). Disamping itu pula guru mengambil tindakan secara khusus 
terhadap kelas satu, seperti dalam menghadapi masalah kemandirian siswa dan 
juga masalah ketakutan dan kecemasan siswa dengan memberikan kebijakan 
khusus pada orang tua siswa, memberikan permainan dan mengelilingi 
lingkungan sekolah, dengan tujuan untuk menghilangkan rasa cemas serta takut 
pada siswa. Demikian pula dalam melatih kemandirian siswa, guru memberikan  
secara khusus pada siswa dengan mengecek tingkat kemandirian siswa serta memberi petunjuk pada siswa tentang aktivitas-aktivitas yang harus dilakukan 
siswa.    

Selasa, 01 November 2011

Perspektif IPS di SD ( menurut para ahli )

1. Menurut Sumantri
            IPS merupakan suatu program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu tersendiri, sehingga tidak akan ditemukan baik dalam nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu sosial (social science), maupun ilmu pendidikan.

Penjelasan: Dalam hal ini, Sumantri berpendapat bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial itu sendiri merupakan kumpulan ilmu-ilmu sosial yang dipilih dan disesuaikan bagi penggunaan program pendidikan di sekolah atau kelompok belajar lainnya yang sederajat.

2.   Menurut Mulyono Tj.
 IPS merupakan suatu pendekatan interdisipliner (Inter-disciplinary Approach) dari pelajaran Ilmu-ilmu Sosial. IPS merupakan integrasi dari berbagai cabang Ilmu-ilmu Sosial, seperti sosiologi, antropologi budaya, psikologi sosial, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik, dan sebagainya.

Penjelasan: Menurut Mulyono Tj., IPS merupakan cara pandang terhadap pelajaran ilmu-ilmu sosial dengan menggunakan lebih dari satu pendekatan seperti sosiologi, antropologi budaya, psikologi sosial, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik, dan sebagainya sehingga diperlukan penguasan pendekatan ilmu-ilmu tersebut dalam mengaplikasikan ilmu pengetahuan social.

3.   Social Scence Education Council (SSEC) dan National Council for Social Studies (NCSS),
menyebut IPS sebagai “Social Science Education” dan “Social Studies”, seta mendefinisikan IPS, sebagai berikut:

Social studies is the integrated study of the science and humanities to promote civic competence. Whitin the school program, social studies provides coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriate content from the humanities, mathematics, and natural sciences. The primary purpose of social studies is to help young people develop the ability to make informed and reasoned decisions for the public good as citizen of a culturally diverse, democratic society in an interdependent world.

Dengan kata lain, IPS mengikuti cara pandang yang bersifat terpadu dari sejumlah mata pelajaran seperti geografi, ekonomi, ilmu politik, ilmu hukum, sejarah, antropologi, psikologi, sosiologi, dan sebagainya. Tujuan utama dari IPS adalah untuk membantu pemuda mengembangkan kemampuannya untuk membuat suatu keputusan beralasan dan dspst diinformasikan kepada masyarakat luas demi kepentingan publik sebagai warga Negara yang memiliki keberagaman budaya serta dalam kehidupan bermasyarakat di seluruh penjuru dunia.
Penjelasan: Pendapat yang dikemukakan oleh SSEC hampir sama dengan yang diungkapkan oleh Mulyono Tj. SSEC menambahkan mengenai tujuan IPS, yakni merupakan suatu pengetahuan yang dapat membantu kita untuk dapat berinteraksi dengan orang lain, dapat menyampaikan informasi, dapat membuat suatu keputusan dengan baik, dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang memiliki budaya yang beragam, serta dapat menjadi masyarakat yang bersikap demokratis terhadap kepentingan publik.

4.   Saidiharjo
 Menegaskan bahwa IPS merupakan hasil kombinasi atau hasil pemfusian atau perpaduan dari sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, sejarah, sosiologi, antropologi, politik.

Penjelasan: Kalau Mulyono menekankan pada pendekatan untuk mengapikasikan IPS, Saidiharjo lebih menitikberatkan IPS menjadi semcam kajian atau kumpulan dari beberapa mata pelajaran yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan social.
5.   Menurut Dr. Nursid Sumaatmadja,
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah suatu mata pelajaran yang kajiannya fokus pada seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial.

Penjelasan: Dengan kata lan, IPS ini merupakan suatu mata pelajaran yang bersumber dari kehidupan sosial di dunia sehingga mengajarkan kita agar lebih mengetahui mengenai kehidupan sosial apa yang telah terjadi, yang akan terjadi, maupun yang seharusnya terjadi.


Kesimpulan:

Berdasarkan pendapat yang telah dikemukakan oleh para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah suatu program pendidikan maupun kumpulan beberapa mata pelajaran yang terkait dengan kehidupan sosial yang berkumpul menjadi satu dengan pendekatan ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, antropologi budaya, psikologi sosial, sejarah, geografi, ekonomi, ilmu politik, dan sebagainya dan dapat dikaji berdasarkan seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial.

Devinisi Teknologi Pendidikan ( MacKenzie dan Eraut 197 )

" Teknologi Pendidikan merupakan studi sistematik mengenai cara bagaimana tujuan pendidikan dapat dicapai ". Definisi sebelumnya meliputi istilah, " Mesin, Instrumen, atau Media ", sedangkan dalam devinisi Mackenzie dan Eraut ini tidak menyebutkan perangkat lunak maupun perangkat keras, tetapi lebih berorientasi pada proses.