I. Devinisi
Kata ”cerdas” menurut Goleman mengandung dua arti, pertama cerdas pikiran
dan kedua cerdas emosional. Cerdas pikiran dimaksudkan adalah pikiran pada suatu
model pemahaman yang lazimnya kita sadari dengan karakter bijaksana, mampu
bertindak hati-hati dan merefleksi. Sedangkan cerdas secara emosional dimaksudkan
adalah pikiran emosional yang merupakan satu sistem pemahaman yang impulsif dan
berpengaruh besar, terkadang tidak logis. Kedua pikiran tersebut, pikiran emosional dan
pikiran rasional bekerja dalam keselarasan, saling melengkapi dalam mencapai
pemahaman walaupun dengan cara-cara yang amat berbeda, dan berfungsi secara
bersama mengarahkan kita menjalani kehidupan duniawi. Namun apabila kecerdasan
emosi mengalahkan kecerdasan rasio, hal ini dapat mengakibatkan kita mempunyai
kecenderungan tragis.
II. Penerapan Dalam Proses Pembelajaran
Dalam menghadapi masalah emosional siswa yang cukup kompleks
pada tiap jenjang pendidikan dari umur 7-9 tahun, memang tidaklah mudah
bagi guru untuk secara optimal memberikan latihan-latihan dalam
mengembangkan kecerdasan emosional siswa. Sehingga di sini perlunya
perhatian guru yang lebih luas terhadap kecerdasan emosional siswa dan
kesadaran diri untuk meningkatkan ketrampilannya dalam melatih kecerdasan
emosional siswa.
Dalam mengajar, sebaiknya guru menghilangkan sikap diskriminasi
terhadap siswa tertentu, artinya guru tidak memihak salah satu murid tertentu
atau sekelompok siswa putera. Hal yang demikian akan memunculkan sikap
antagonisme dan kecemburuan siswa terhadap siswa lawan jenisnya
Dalam memberikan hukuman siswa dengan memberikan tugas yang
berlipat-lipat, alangkah baiknya bila guru melihat kondisi kejiwaan dan
kemampuan berpikirnya. Hal ini bila diabaikkan justru yang terjadi adalah
siswa yang kurang mampu dalam berpikir akan membuatnya semakin takut dan
enggan untuk sekolah. Sebaliknya bagi siswa yang berkemampuan lebih dalam berfikir, ia akan semakin semangat dan tertantang dalam belajar. Begitu pula
dalam memberikan hukuman, sebaiknya guru memberikannya sebagai
alternatif terakhir disertai dengan sikap empati. Artinya setelah guru
memberikan hukuman pada siswa, guru bersikap seperti semula dan tidak
membenci siswa setelah siswa melakukan kesalahan.
Langkah guru dengan melakukan pendekatan secara individual atau
pendampingan, merupakan langkah yang tepat dan adanya ketanggapan guru
terhadap masalah perasaan siswa. Jadi, dalam belajar di sini adanya
keseimbangan antara perasaan dan pikiran. Demikian pula kedekatan guru
dengan siswa perlu dipertahankan selama tidak menggangu dalam proses
belajar-mengajar. Sebab hubungan guru dan siswa yang akrab dan harmonis
akan memunculkan semangat belajar dan siswa akan lebih mencontoh segala
perilaku gurunya sebagai orang terdekatnya. Untuk itulah perlunya guru agar
lebih berhati-hati dalam bertindak dan berbicara, karena guru adalah tokoh
panutan bagi siswa-siswanya sampai dewasa kelak.
Pemberian hukuman dengan jalan musyawarah bersama siswa di
sekolah ini sangatlah tepat dan sebaiknya dijalankan terus, karena disamping
untuk memilih jalan yang terbaik menurut kesepakatan bersama. Musyawarah
juga melatih siswa untuk mengambil suatu keputusan yang diambil secara
bersama dan tidak mementingkan kepentingannya sendiri. Jadi disini siswa
dilatih untuk tidak bersikap egois.
III. Bagaimana cara mengevaluasi
Penelitian tentang EQ dengan menggunakan instrumen BarOn EQ-i membagi EQ ke dalam lima skala: Skala intrapersonal: penghargaan diri, emosional kesadaran diri, ketegasan, kebebasan, aktualisasi diri; Skala interpersonal: empati, pertanggungjawaban sosial, hubungan interpersonal; Skala kemampuan penyesuaian diri: tes kenyataan, flexibilitas, pemecahan masalah; Skala manajemen stress: daya tahan stress, kontrol impuls (gerak hati); Skala suasana hati umum: optimisme, kebahagiaan (Stein dan Book, dalam Armansyah, 2002). Spiritual Quotient (SQ) adalah aspek konteks nilai sebagai suatu bagian dari proses berpikir/berkecerdasan dalam hidup yang bermakna Zohar dan Marshal, dalam Armansyah, 2002). Indikasi-indikasi kecerdasan spiritual ini dalam pandangan Danah Zohar dan Ian Marshal meliputi kemampuan untuk menghayati nilai dan makna-makna, memiliki kesadaran diri, fleksibel dan adaptif, cenderung untuk memandang sesuatu secara holistik, serta berkecenderungan untuk mencari jawaban-jawaban fundamental atas situasi-situasi hidupnya, dan lain-lain.
IV. Tindak Lanjut
Konsep kecerdasan emosional anak menurut Perspektif guru adalah bahwa dalam hal mendidik siswasiswinya, mereka lebih mementingkan aspek afektif siswa disamping aspek-aspek siswa lainnya, seperti aspek kognitif dan aspek psikomotorik. Perhatian guru
terhadap aspek afektif siswa tersebut dituangkan kedalam bentuk kebijaksanaankebijaksanaan sekolah, seperti kegiatan intra sekolah atau kegiatan belajarmengajar dan dalam kegiatan ekstra kokurikuler. Lebih khususnya lagi pada
proses pembelajaran, seperti pada penerapan hukuman terhadap siswa yang
melanggar peraturan sekolah ataupun siswa yang berbuat tidak sesuai dengan tata
krama sosial dan berbuat asosial. Dalam memberikan hukuman guru lebih
menggunakan dengan hukuman yang tidak menyentuh fisik siswa dengan
pertimbangan kondisi kejiwaan siswa, sehingga siswa dapat termotivasi dalam
belajar dan berperilaku yang lebih baik.
Cara guru melatih kecerdasan emosional siswa disesuaikan dengan masalah
emosional yang dihadapai, baik yang bersifat persuasif (insidental) maupun yang
bersifat kuratif (klasikal). Adapun secara umum guru dalam menghadapi masalah
emosinal siswa adalah dengan cara; menegur, mengancam, memberi hukuman,
memberikan nasihat dan cerita, serta melakukan pendekatan secara individual
(pendampingan). Disamping itu pula guru mengambil tindakan secara khusus
terhadap kelas satu, seperti dalam menghadapi masalah kemandirian siswa dan
juga masalah ketakutan dan kecemasan siswa dengan memberikan kebijakan
khusus pada orang tua siswa, memberikan permainan dan mengelilingi
lingkungan sekolah, dengan tujuan untuk menghilangkan rasa cemas serta takut
pada siswa. Demikian pula dalam melatih kemandirian siswa, guru memberikan
secara khusus pada siswa dengan mengecek tingkat kemandirian siswa serta memberi petunjuk pada siswa tentang aktivitas-aktivitas yang harus dilakukan
siswa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar